Entri Populer

Kamis, 23 Februari 2012

Akhir Pertunjukkan


Seorang pemain sirkus memasuki hutan untuk mencari anak ular yang akan dilatih bermain sirkus. Beberapa hari kemudian, ia menemukan beberapa anak ular dan mulai melatihnya. Mula-mula anak ular itu dibelitkan pada kakinya.
Setelah ular itu menjadi besar dilatih untuk melakukan permainan yang lebih berbahaya, di antaranya membelit tubuh pelatihnya. Sesudah berhasil melatih ular itu dengan baik, pemain sirkus itu mulai mengadakan pertunjukkan untuk umum.
Hari demi hari jumlah penontonnya semakin banyak. Uang yang diterimanya semakin besar. Suatu hari, permainan segera dimulai. Atraksi demi atraksi silih berganti. Semua penonton tidak putus-putusnya bertepuk tangan menyambut setiap pertunjukkan.
Akhirnya, tibalah acara yang mendebarkan, yaitu permainan ular. Pemain sirkus memerintahkan ular itu untuk membelit tubuhnya. Seperti biasa, ular itu melakukan apa yang diperintahkan. Ia mulai melilitkan tubuhnya sedikit demi sedikit pada tubuh tuannya. Makin lama makin keras lilitannya. Pemain sirkus kesakitan. Oleh karena itu ia lalu memerintahkan agar ular itu melepaskan lilitannya, tetapi ia tidak taat. Sebaliknya ia semakin liar dan lilitannya semakin kuat. Para penonton menjadi panik, ketika jeritan yang sangat memilukan terdengar dari pemain sirkus itu, dan akhirnya ia terkulai mati.
Renungan : “Kadang-kadang dosa terlihat tidak membahayakan. Kita merasa tidak terganggu dan dapat mengendalikannya. Bahkan kita merasa bahwa kita sudah terlatih untuk mengatasinya. Tetapi pada kenyataanya, apabila dosa itu telah mulai melilit hidup kita, sukar dapat melepaskan diri lagi daripadanya.”

Rabu, 08 Februari 2012

kehilangan sama dengan mendapatkan


Suatu hari seorang bapak tua hendak menumpang bus. Pada saat ia menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Lalu pintu tertutup dan bus mulai bergerak, sehingga ia tidak bisa memungut sepatu yang terlepas tadi. Lalu si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya keluar jendela.
Seorang pemuda yang duduk dalam bus melihat kejadian itu, dan bertanya kepada si bapak tua, “Aku memperhatikan apa yang Anda lakukan Pak. Mengapa Anda melemparkan sepatu Anda yang sebelah juga ?” Si bapak tua menjawab, “Supaya siapapun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya.”

Si bapak tua dalam cerita di atas memahami filosofi dasar dalam hidup, jangan mempertahankan sesuatu hanya karena kamu ingin memilikinya atau karena kamu tidak ingin orang lain memilikinya.
Kita kehilangan banyak hal di sepanjang masa hidup. Kehilangan tersebut pada awalnya tampak seperti tidak adil dan merisaukan, tapi itu terjadi supaya ada perubahan positif yang terjadi dalam hidup kita.
Kalimat di atas tidak dapat diartikan kita hanya boleh kehilangan hal-hal jelek saja. Kadang, kita juga kehilangan hal baik. Ini semua dapat diartikan: supaya kita bisa menjadi dewasa secara emosional dan spiritual, pertukaran antara kehilangan sesuatu dan mendapatkan sesuatu haruslah terjadi.
Seperti si bapak tua dalam cerita, kita harus belajar untuk melepaskan sesuatu. Tuhan sudah menentukan bahwa memang itulah saatnya si bapak tua kehilangan sepatunya. Mungkin saja peristiwa itu terjadi supaya si bapak tua nantinya bisa mendapatkan sepasang sepatu yang lebih baik.
Satu sepatu hilang. Dan sepatu yang tinggal sebelah tidak akan banyak bernilai bagi si bapak. Tapi dengan melemparkannya ke luar jendela, sepatu itu akan menjadi hadiah yang berharga bagi gelandangan yang membutuhkan.
Berkeras mempertahankannya tidak membuat kita atau dunia menjadi lebih baik. Kita semua harus memutuskan kapan suatu hal atau seseorang masuk dalam hidup kita, atau kapan saatnya kita lebih baik bersama yang lain. Pada saatnya, kita harus mengumpulkan keberanian untuk melepaskannya.
“Semoga kita menjadi orang yg bijak”

 


Selasa, 07 Februari 2012

Mandikan Aku Bunda


Mandikan Aku Bunda

 
Suatu Pelajaran yg Sangat Berharga, dimana kasih sayang tak pernah bisa ditukar dengan harta dunia.
 
            Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. sungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. ( Terjemah Al Qur'an )
( hasil copy paste dari internet )

MANDIKAN AKU, BUNDA

      Saya ingin bertutur tentang seorang sahabat saya. Sebut saja Rani namanya. Semasa kuliah ia tergolong  berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang akan digelutinya.
      Ketika Universitas mengirim kami untuk mempelajari Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di  negerinya bunga tulip, beruntung Rani terus melangkah. Sementara saya,  lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan.
      Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang "setara" dengan dirinya, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru  saja diangkat sebagai staf  Diplomat bertepatan dengan tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar : Alifya.
      Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula. Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila saja. Frekuensi terbang  dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain makin meninggi.
      Saya pernah bertanya , " Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal ?" Dengan sigap Rani menjawab : " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Everything is ok." n itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian.
      Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya. "Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya.
      Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif.  Lagi-lagi bocah kecil ini "DAPAT MEMAHAMI" orang tuanya. Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
      Kisah Rani, Alif selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif.
      Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. "ALIF INGIN BUNDA MANDIKAN." Ujarnya. Karuan saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadi gusar. Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tante Mien, baby-sitternya.
      Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan, "BUNDA, MANDIKAN ALIF" begitu setiap pagi. Rani dan suaminya berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian.
      Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. "Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency".  Setengah terbang, saya pun ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah punya rencana lain. Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya.
      Rani, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan  kantor barunya, shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya.
      Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. " INI BUNDA LIF, BUNDA MANDIKAN ALIF " Ucapnya lirih, namun teramat pedih. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, " INI SUDAH TAKDIR, IYA KAN ? Aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, dia pergi juga kan ?". Saya diam saja mendengarkan. 
      " INI KONSEKUENSI SEBUAH PILIHAN." lanjutnya lagi, tetap tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma bunga kamboja.
      Tiba-tiba Rani tertunduk. "Aku ibunya ............................!" serunya kemudian, "BANGUNLAH LIF, BUNDA MAU MANDIKAN ALIF. BERI KESEMPATAN BUNDA SEKALI SAJA LIF". Rintihan itu begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-ngais tanah merah. Air mata kesedihan menyirami pusara Alif, putra satu-satunya. ( Nasi telah jadi bubur, yang berlalu tak pernah kembali lagi, penyesalan selalu datang terlambat )

Ikan kecil dan Air


Ikan kecil dan Air

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Sang Ayah berkata kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.”

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengar percakapan itu dari bawah permukaan air, ikan kecil itu mendadak gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, “Hai tahukah kamu dimana tempat air berada? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.”

Ternyata semua ikan yang telah ditanya tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil itu semakin kebingungan, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal yang sama, “Dimanakah air?”

Ikan sepuh itu menjawab dengan bijak, “Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita semua akan mati.”


Apa arti cerita tersebut bagi kita. Manusia kadang-kadang mengalami situasi yang sama seperti ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai ia sendiri tidak menyadarinya.

Senin, 06 Februari 2012

Asma'ul Husna

Asma'ul Husna
Lailaha illallahu wahdahulaa syariikalahul mulku walahul hamdu biyadihil khairu wahuwa ‘ala kulli syaiin qodir laa ilaha illa huwa lahul asamul husna

1.  Allah : Lafazh yang Maha Mulia yang merupakan nama dari Dzat Tuhan.
2.  Ar-Rahman : Maha Pengasih.
3.  Ar-Rahim : Maha Penyayang.
4.  Al-Malik :  Maha Merajai.
5.  Al-Quddus : Maha Suci.
6.  As-Salam : Maha Menyelamatkan.
7.  Al-Mu'min : Maha Pemelihara Keamanan.
8.  Al-Muhaimin : Maha Penjaga.
9.  Al-Aziz : Maha Mulia.
10. Al-Jabbar : Maha Perkasa.
11. Al-Mutakabbir : Maha Megah.
12. Al-Khalik : Maha Pencipta.
13. Al-Bari' :  Maha Pembuat.
14. Al-Mushawwir : Maha Pembentuk.
15. Al-Ghaffar : Maha Pengampun.
16. Al-Qahhar : Maha Pemaksa.
17. Al-Wahhab : Maha Pemberi.
18. Ar-Razzaq : Maha Pemberi Rizki.
19. Al-Fattah : Maha Membukakan.
20. Al-Alim : Maha Mengetahui.
21. Al-Qabidh : Maha Pencabut.
22. Al-Basith : Maha Meluaskan.
23. Al-Khafidh : Maha Menjatuhkan.
24. A-Rafi : Maha Mengangkat.
25. Al-Mu'iz : Maha Pemelihara Keamanan.
26. Al-Mudzil : Maha Pemberi Kehinaan.
27. As-Sami' : Maha Mendengar.
28. Al-Bashir : Maha Melilhat.
29. Al-Hakam : Maha Menetapkan Hukum.
30. Al-Adl : Maha Adil.
31.Al-Lathif : Maha Halus.
32. Al-Khabir : Maha Waspada.
33. Al-Halim : Maha Penghiba.
34. Al-Azhim : Maha Agung.
35. Al-Ghafur : Maha Pengampun.
36. Asy-Syakur : Maha Pembalas.
37. Al- Aliy : Maha Tinggi.
38. Al-Kabir : Maha Besar.
39. Al-Hafizh : Maha Pemelihara.
40. Al-Muqit : Maha Pemberi Kecukupan.
41. Al-Hasib : Maha Penjamin.
42. Al-Jalil  : Maha Luhur.
43. Al-Karim : Maha Pemurah.
44. Ar-Raqib : Maha Peneliti.
45. Al-Mujib : Maha Mengabulkan.
46. Al-Wasi' : Maha Luas.
47. Al-Hakim : Maha Bijaksana.
48. Al-Wadud : Maha Pencinta.
49. Al-Majid : Maha Mulia.
50. Al-Ba'its : Maha Membangkitkan.
51. Asy-Syahid : Maha Menyaksikan atau Maha Mengetahui.
52. Al-Haq : Maha Haq Maha Benar.
53. Al-Wakil : Maha Memelihara Penyerahan.